Pages

Thursday, March 5, 2015

Produktivitas di Tengah Bayang Rutinitas

“Saya cuma seorang ibu rumah tangga.” Itu ungkapan paling tak percaya diri dari seorang perempuan yang telah menikah. Seolah pekerjaan ibu rumah tangga sepele dan tidak berarti.

Jika tidak yakin dengan hebatnya status ibu rumah tangga (IRT), bagaimana mungkin menghasilkan sesuatu yng hebat dari rumah? Rutinitas kerap menjadikan suatu pekerjaan kehilangan maknanya. Apalagi rutinitas mengurus rumah, anak, dan suami, sepertinya sudah hal yang lumrah, meski berhasil dikerjakan dengan memuaskan.

Dilema. Rasa tidak percaya diri IRT makin bertambah ketika ekonomi keluarga memburuk. Harga–harga membumbung tinggi, kebutuhan keluarga pun membengkak. Rasanya makin tak berarti ketika segala sesuatunya hanya menunggu “uluran tangan” suami. Para ibu pun berteriak ingin lebih produktif, lebih menghasilkan, tidak semata mengerjakan urusan rumah tangga. Sayang bnyak yang tak tahu caranya.

Namun di sisi lain, banyak ibu bekerja––yang dari kacamata umum terlihat produktif––juga tidak puas dengan apa yang dilakukannya. Hatinya terbelah dua ketika harus pergi ke kantor, meninggalkan anak–anak yang masih kecil di rumah––dan melihat rumah selalu berantakan karena tak kuasa mengurusnya sepulang kerja. Secara ekonomi ia memang tak perlu terlalu bergantung pada suami, tapi harga yang harus dibayar ternyata sangat mahal, jauh dari anak dan kondisi rumah tak nyaman.
Jalan yang paling ideal adalah bagaimana tetap bisa produktif sesuai kebtuhan, namun ibu tak perlu keluar meninggalkan kewajibannya di rumah. Terbukti sudah banyak IRT yang meraih sukses meningkatkan prduktvitasnya tanpa harus rutin keluar rumah.

Produktif adalah Manfaat. Yulia Karmiluwti, motivator ABCO Sugesti Motivation, membedakan pekerjaan IRT menjadi pekerjaan reproduktif (di rumah tangga) dan produtif (di luar rumah). Bolehkah perempuan mengambil peran produktif? “Islam menempatkan perempuan secara proporsional untuk memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri sesuai dengan tugas dan fungsinya, baik secara reproduktif ataupun produktif,” jelasnya. dalam mengemban semua amanah tersebut, tambah Yulia, yang utama bagi ibu rumah tangga adalah bagaimana agar anak dan suami tidak terabaikan.Untuk itu, butuh kesepakatan yang jelas antara suami dan istri. Jangan sampai karena ingin lebih produktif demi memberikan banyak manfaat, malah menimbulkan banyak masalah.

“Hidup ini pilihan, dan setiap pilihan yang diambil harus siap dengan konsekuensinya,” Yulia megingatkan. Pikirkan resiko bagaimana anak ketika ibu ingin lebih produktif, bagaimana dengan pengeluaran, membayar asiten rumah tangga, dan lainnya. “Disinilah masalah sering terjadi. Produktif, tapi tidak ada izin suami, tidak meminta restu ke anak–anak, tidak ada komunikasi yang baik.” sesalnya.

Produktif adalah sesuatu yang menghasilkan terus–menerus dan mendatangkan manfaat. Jadi jangan mengartikan produktif itu berhasil secara ekonomi saja. Karena bagi seorang ibu rumah tangga, kebutuhan terhadap produktivitasnya berbeda–beda. “Ibu rumah tangga bisa punya produktivitas sesuai dengan apa yang dia minati,” demikian menurut Anna Surti Ariani,S.Psi, M.Si, Psi. Selama kegiatan yang dilakukan dirasakan manfaatnya oleh si ibu dan keluarga, maka itu sudah bisa disebut produktif. Di sini juga akan tercapai aktualisasi diri si ibu, di mana kepuasan diri dan manfaat psikis akan ia rasakan sehingga timbulah rasa percaya diri positif.
Karena kebermanfaatan terait erat dengan produktivitas, maka semakin besar manfaat yang dirasakan oleh banyak orang , semkin produktiflah kita. Dan kita tak mungkin mengetahui seberapa besar produktivitas kita jika tidak mencoba melakkan pekerjaan lebih dari rutinitas yang biasa dilakukan.   

Dampak Kurang Produktif. Jika seorang IRT tidak produktif, terutama tidak maksimal dalam mengurus rumah tangganya, anaknya, juga suaminya, maka tunggulah kehancurannya, karena perempuan adalah tiang negara,” tegas Yulia.
Anna Suparti pun menambahkan, sikap tidak produktif juga akan membuat perempuan tidak bisa mandiri dan terlalu tergantung dengan suami. “Waktu pun akan lebih banyak yang terbuang, apalagi jika pekerjaan rumah sudah diurus oleh asisten.

Sikap tidak produktif, padahal prioritas hidupnya menuntut produktivitas yang lebih, membuat hidup menjadi stagnan dalam banyak hal. Ketidakpuasan diri perlahan muncul sehingga hubungan interpersonal dalam keluarga dapat makin berkurang kualitasnya.

Jadi sebetulnya produktif adalah suatu keharusan bagi ibu rumah tangga. Ia harus meningkatkan terus level produktivitasnya sesuai kemampuan dan prioritas agar hidupnya makin berkualitas. Langkah mudah untuk memulai produktivitas, menurut Yulia, pertama adalah dengan mengenalkan apa dan bagaimana produk diri kita. Kenalkan bahwa kita adalah orang yang ramah, mudah empati, atau sikap positif lainnya.

Kedua, konsep diri. Ini sangat penting terutama saat terjadi hal–hal yang tidak diinginkan dalam hidup. konsep diri positif terbentuk dari kebiasaan memasukkan hal–hal positif saja dalam pikiran. Ketika terjebak rintangan, ia tak akan mudah patah semangat. “Pikiran adalah direktur tubuh, ia mengendalikan semua. Maka jangan ijinkan hal negatif dari luar masuk dalam pikiran kita, karena pikiran, perkataan, perasaan, dan perbuatan kita akan mengikutinya,” sarannya.

Ketiga, produktiflah dengan berkaca pada sejarah produktivitas shahabiyah di jaman Nabi, sehingga produktivitas kita tidak kebablasan,” tandas Yulia.

Yuk, segera temukan langkah produktivitas Ibu yang paling tepat sesuai prioritas saat ini! (Meutia Geumala)  

Sumber : Majalah Ummi No.3/XXVII/Maret 2015, p.18-19    



No comments:

Post a Comment