Pages

Monday, November 8, 2010

Pentingnya Melayani

Suatu siang, Joko bersama istrinya turun dari angkot tepat di depan kantor kelurahan dimana Joko sekeluarga sudah menjadi warga selama lebih dari 10 tahun terakhir. Begitu turun dari angkot, Joko bersama istrinya melangkah masuk ke dalam untuk mengurus perpanjangan KTPnya yang sudah jatuh tempo.
Di salah satu sudut ruangan, Joko dan istrinya menghampiri seorang laki-laki setengah baya, berseragam coklat dengan atribut kepegawaian di lengannya dan nama ‘Supriyono’ tercantum di dadanya. “Selamat siang pak, kami mau memperpanjang KTP,” kata Joko kepada laki-laki dengan model rambut bang haji Rhoma Irama itu. Dari balik meja kerjanya yang mungil, laki-laki itu menjawab tanpa melemparkan senyum – mungkin agar nampak berwibawa, “Syarat-syaratnya sudah lengkap?” Joko segera menyenggol istrinya yang sontak sibuk mengeluarkan kantong plastik berisi KTP asli milik mereka dan pas foto dari dalam tas. Sambil mengernyitkan dahi diantara kepulan asap rokoknya, pria berseragam itu bertanya,”Lho kok cuma ini? Mana fotokopi Kartu Keluarga, pengantar RT…Lha ini, pas fotonya juga salah…Tahun kelahiran ganjil warna fotonya harus merah, tahun kelahiran genap warna fotonya harus biru.”

Oalah…Joko baru tahu ternyata sekarang mau memperpanjang KTP persyaratannya banyak, tidak hanya sekedar menyerahkan KTP asli yang sudah habis masa berlakunya dan pas foto, seperti yang selalu ia lakukan sejak usia 17 tahun. Joko pun bertanya kenapa ke petugas itu. Kenapa warna foto harus dibedakan antara tahun kelahiran ganjil dan genap? Apa manfaatnya, warna saja kok dipermasalahkan? Kenapa harus menyerahkan fotokopi kartu keluarga padahal kartu keluarga Joko yang menerbitkan juga kantor kelurahan itu, artinya data-data keluarga Joko seharusnya juga masih disimpan oleh kantor Kelurahan? Sang petugas – masih tanpa senyum – mencoba memberikan penjelasan,”Ya…itu aturannya.” Nampaknya hanya penjelasan seperti itu yang bisa dia berikan ke Joko dan istrinya, yang notabene sudah menjadi bangsa Indonesia sejak nenek moyang mereka.
Joko hanya bisa mengajak istrinya pulang sambil bergumam,”Bu, percuma kamu jadi cucu veteran. Kakekmu dulu ikut perang di Kebumen, bapakmu dulu dikirim perang ke Irian, kita sekarang mau ngurus KTP saja sulit.” Istri Joko menimpali,”Nggak cuma kita, Pak. Semua juga begitu kalau mau ngurus KTP. Wong sistemnya yang dibuat sulit.”
Ya, karena sistem yang dibuat sulit, Joko dan istrinya harus mengeluarkan uang lagi untuk naik angkot, fotokopi kartu keluarga, ke studio foto untuk bikin pas foto merah dan biru, membeli sekaleng biskuit untuk oleh-oleh Pak RT saat meminta surat keterangan nanti serta tentunya membayar biaya pembuatan KTP yang seharusnya gratis. Alangkah indahnya jika para petinggi negara ini dan mereka yang dipekerjakan oleh rakyat mau menundukkan kepala untuk melihat kesulitan mereka yang ada di bawah. Rakyat sebangsa dan setanah air yang seharusnya dilayani, dibantu dan dipermudah tidak seharusnya dibuat sulit oleh sistem dan birokrasi yang kadang terkesan mengada-ada.
Bagaimana dengan anda? Ada pengalaman berurusan dengan birokrat?

Menengoklah ke bawah

“Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah?”, jargon yang akrab dengan sebagian birokrat dan Pegawai Negeri Sipil / PNS di Indonesia. Sikap unik ini bahkan sempat menginspirasi iklan televisi salah satu produk rokok.
Di negeri bule, Pegawai Negeri Sipil disebut sebagai Civil Servant atau Public Servant, yang artinya adalah PELAYAN MASYARAKAT. Mereka digaji dari uang rakyat dan mereka bekerja untuk melayani masyarakat. Di Indonesia, mengapa tidak semua PNS memiliki jiwa melayani? Mungkin karena sebagian dari PNS belum memahami untuk siapa mereka bekerja, atau mungkin mereka tidak mau peduli karena setiap bulan apa yang mereka terima tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Atau justru mereka sebenarnya ingin memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, tapi apa daya sistem dan birokrasi yang ada tidak mendukung. Itulah opini saya.
Apapun kondisinya, seharusnya tidak ada alasan untuk tidak memberikan service yang terbaik bagi konsumen kita. Demikian juga kita yang sudah memiliki posisi di radio. Semakin tinggi posisi kita, berarti semakin banyak juga stake holder yang harus kita layani. Tidak hanya direktur dan owner, tapi juga semua crew, pemasang iklan hingga pendengar harus kita layani dengan baik. Kita harus memberikan service terbaik bagi penyiar agar mereka bisa dengan baik melayani kebutuhan pendengar. Kita harus bisa memberikan service terbaik untuk receptionist agar mereka bisa melayani telpon masuk dan tamu yang datang ke studio kita dengan baik pula. Kita harus melayani mereka yang tergabung dalam divisi penjualan agar klien kita puas dengan service yang diberikan oleh sales team kita. Demikian juga dengan Office Boy / Office Girl, harus kita service agar mereka happy dan termotivasi untuk bisa melayani seluruh kantor dengan baik.
Saling melayani tidak hanya dari sikap dan tenaga tetapi juga dalam menciptakan sistem kerja yang lebih simpel namun tetap efektif. Jika saling melayani, saling membantu, saling mempermudah bisa terjadi dua arah antara bawahan dan atasan, tidak mustahil akan lahir suasana kerja yang kondusif dan kita bisa menjadi satu kelompok kerja yang berkualitas untuk memajukan radio kita. Dengan melayani anggota tim yang lain, mereka akan membantu kita untuk mencapai tujuan yang kita harapkan.

sumber: radioclinic.com

No comments:

Post a Comment