Menulis karya sastra bukan hanya menggabungkan deretan kalimat-kalimat sastra melainkan tentang bagaimana menampilkan kedalaman deskripsi cerita melalui kekuatan strorytellingnya. Berikut beberapa Tip dan Teknik Penulisan Fiksi yang disampaikan oleh Leila S.Chudori :
1.
Ide
Segalanya dimulai dari
ide. Ide tak harus diperoleh dari tempat yang megah; tak selalu harus dengan
latar belakang yang heboh. Tentu saja selalu menarik untuk membuat cerita
dengan latar belakang sejarah atau politik atau peristiwa nyata seperti kisah
kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang, peristiwa 30 September atau kehidupan
di masa Demokrasi Terpimpin Bung Karno. Jika Anda memilih sebuah cerita dengan
latar belakang sejarah dan politik nyata, maka konsekuensi logisnya: anda akan
membutuhkan riset yang panjang, besar, serius, dan mendalam. Ide bisa saja
diperoleh dari tempat yang ‘sederhana’, dari rumah Anda sendiri; dari keluarga;
dari sekolah, kampus atau dari jalan-jalan yang Anda lalui setiap hari.
Contoh:
Setiap pagi, jika Anda berjalan-jalan di sekeliling kompleks rumah Anda, bayangkanlah, seperti apakah rumah A yang kebunnya berantakan dengan keluarga beranak 5? Mungkin berisik dan penuh mainan. Bagaimanakah hubungan suami-isteri itu? Harmonis? Bertengkar terus? Bagaimanakah keluarga besar mereka? Tipe keluarga yang ikut campur? Keluarga relijius?
Atau rumah B, suami-isteri musisi tanpa anak. Seperti apakah rumahnya?
Mengobservasi lingkungan rumah mereka tak berarti kita akan menulis tentang mereka, tetapi untuk belajar bagaimana memperhatikan gerak-gerik manusia yang wajar dan realistik.
Note: Catatlah berbagai ide itu. Satu cerita bisa saja terdiri dari beberapa ide yang diramu dalam satu cerita.
Contoh:
Setiap pagi, jika Anda berjalan-jalan di sekeliling kompleks rumah Anda, bayangkanlah, seperti apakah rumah A yang kebunnya berantakan dengan keluarga beranak 5? Mungkin berisik dan penuh mainan. Bagaimanakah hubungan suami-isteri itu? Harmonis? Bertengkar terus? Bagaimanakah keluarga besar mereka? Tipe keluarga yang ikut campur? Keluarga relijius?
Atau rumah B, suami-isteri musisi tanpa anak. Seperti apakah rumahnya?
Mengobservasi lingkungan rumah mereka tak berarti kita akan menulis tentang mereka, tetapi untuk belajar bagaimana memperhatikan gerak-gerik manusia yang wajar dan realistik.
Note: Catatlah berbagai ide itu. Satu cerita bisa saja terdiri dari beberapa ide yang diramu dalam satu cerita.
2.
Tema
Tema sebetulnya hanya
membantu supaya Anda fokus. Misalnya, Anda ingin membuat sebuah kisah cinta
dengan latar belakang perang kemerdekaan 1945. Tema utama adalah kisah cinta
pasangan tersebut; sedangkan perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda
adalah latar belakang. Tantangan utama membuat tema yang berbeda dengan latar
belakang adalah: janganlah latar belakang itu menjadi tempelan belaka. Kisah
perang Indonesia melawan Belanda harus berhasil masuk dan diramu dengan
persoalan cinta antar pasangan tersebut.
3.
Plot
Sejak awal seorang
penulis sudah harus menyiapkan kerangka plot. Yang paling umum adalah plot 3
babak yang dikenal dalam novel dan film konvensional.
Babak
1: perkenalan karakter dan problem
Babak
2: Puncak problem/klimaksBabak 3: Penyelesaian
Tetapi tentu saja setiap karya yang bagus tak harus selalu mengikuti konsep 3 babak ini. Novel-novel Virgina Woolf dan James Joyce sama sekali tidak mengikuti konsep ini. Dari pemikiran tokohnya, bisa saja meloncat pada realita keseharian lantas meloncat lagi ke pemikiran tokohnya.
Plot yang sudah harus
Anda siapkan untuk sebuah cerita pendek ataupun novel kita-kira seperti
sinopsis untuk diri Anda:
Babak 1 : Protagonis, Anda seorang lelaki yang jatuh cinta pada seorang perempuan dengan latar belakang perang kemerdekaan 1945.
Babak 2 : Suasana memanas, baik di kawasan konflik, maupun antar kedua keluarga protagonis. Terjadi pergulatan psikologi keluarga dan pasangan yang jatuh cinta.
Babak 3 : Akhir cerita. Indonesia merdeka. Apakah pasangan ini tetap bertahan atau berpisah?
Plot di dalam novel The Great Gatsby (Scott F.Fitzgerald) memang sebuah kisah cinta yang tak sampai dan berakhir dengan tragedi. Tetapi mengapa novel itu disebut sebuat masterpiece klasik atau The Great American Novel? Karena Fitzgerald berhasil memasukkan latar belakang sosial politik Amerika saat itu dan meramukannya ke dalam tokoh-tokoh utama dengan baik. Nick Carraway adalah perwakilan dari kelas menengah atas berpendidikan tinggi dari Yale University yang menjadi narator dan saksi dari bagaimana tingkah laku kelas atas New York dengan kelas bawah. Bagaimana seseorang yang misterius seperti Jay Gatsby dengan latar belakang tak jelas yang begitu kaya raya dan mencintai Daisy Buchanan, isteri Tom Buchanan tanpa henti.
Babak 1 : Protagonis, Anda seorang lelaki yang jatuh cinta pada seorang perempuan dengan latar belakang perang kemerdekaan 1945.
Babak 2 : Suasana memanas, baik di kawasan konflik, maupun antar kedua keluarga protagonis. Terjadi pergulatan psikologi keluarga dan pasangan yang jatuh cinta.
Babak 3 : Akhir cerita. Indonesia merdeka. Apakah pasangan ini tetap bertahan atau berpisah?
Plot di dalam novel The Great Gatsby (Scott F.Fitzgerald) memang sebuah kisah cinta yang tak sampai dan berakhir dengan tragedi. Tetapi mengapa novel itu disebut sebuat masterpiece klasik atau The Great American Novel? Karena Fitzgerald berhasil memasukkan latar belakang sosial politik Amerika saat itu dan meramukannya ke dalam tokoh-tokoh utama dengan baik. Nick Carraway adalah perwakilan dari kelas menengah atas berpendidikan tinggi dari Yale University yang menjadi narator dan saksi dari bagaimana tingkah laku kelas atas New York dengan kelas bawah. Bagaimana seseorang yang misterius seperti Jay Gatsby dengan latar belakang tak jelas yang begitu kaya raya dan mencintai Daisy Buchanan, isteri Tom Buchanan tanpa henti.
4.
Karakter
Saat membentuk
karakter/tokoh, Anda harus membuat tokoh itu sesuai fitrahnya dalam cerita. Jika Anda menulis tentang seorang anak guru yang lahir di sebuah desa di Jawa
Tengah, maka bahasa, tingkah laku, dan bahasa tubuh yang dideskripsikan harus
sesuai dengan yang sudah Anda rentangkan sejak awal. Tentu saja, jika tokoh ini
kemudian mendapat pendidikan, memberontak dengan keterbatasan yang dimilikinya,
maka Anda bisa membuat perkembangan kepribadian sang tokoh: dari seorang anak
guru di desa yang berbahasa sederhana, kemudian karena pendidikan dan karena
kegemarannya membaca maka dia mulai berbicara dan berlaku yang memperlihatkan
jangkauan yang lebih luas.
Artinya: jika Anda
membuat seorang tokoh yang tidak berpendidikan tetapi dalam kalimatnya dia
berpuisi atau berbahasa sastra, maka itu artinya Anda mengkhianati cerita Anda
sendiri. Seperti yang dikatakan Hemingway, Anda membangun sebuah ‘fake case
histories’.
Note: Membangun tokoh/karakter adalah bagian yang paling sulit sekaligus paling menggairahkan dan menyenangkan. Kita menciptakan sebuah karakter, artinya kita juga sekaligus membangun ‘sejarah tokoh tersebut’.
Note: Membangun tokoh/karakter adalah bagian yang paling sulit sekaligus paling menggairahkan dan menyenangkan. Kita menciptakan sebuah karakter, artinya kita juga sekaligus membangun ‘sejarah tokoh tersebut’.
5.
Akhir Cerita
Ini adalah hal pelik.
Pembaca Indonesia umumnya menyukai akhir yang bahagia. Mereka sering marah dan
kecewa jika sebuah cerpen atau novel diakhiri dengan kematian, perpisahan atau
kekalahan. Namun, anda harus jujur pada diri sendiri apakah cerita ini layak
untuk diakhiri dengan kebahagiaan atau dengan kepedihan. Jangan memaksa diri.
Kalaupun sejak awal
Anda sudah merencanakan mengakhiri dengan sebuah kesedihan, Anda tak bisa
mendadak saja membuat akhir yang sedih itu tanpa logika. Anda harus menyelipkan
tanda-tanda itu di babak 1 dan 2, tanpa menghilangkan daya kejut.
catatan dari Writing Clinic Femina, bersama Leila S.Chudori, Sabtu, 1 Juni 2013
sumber : www.femina.co.id
Leila S. Chudori memang hebat ya, sejak remaja sudah asyik nulisnya :)
ReplyDelete